MENGAPA BISNIS HARUS SESUAI SYARIAH By : BISYARAH.ID

 

 

 

MENGAPA BISNIS HARUS SESUAI SYARIAH
By : BISYARAH.ID
(Business Improvement and Sharia Acts)

Seorang muslim diperbolehkan menjadi seorang pebisnis. Dan bila menjalankan bisnisnya apakah boleh sesuai keinginannya dengan cara dan aturannya sendiri? Ataukah seharusnya menjalankan bisnisnya sesuai syariah?
Sebenarnya hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi.

Ada setidaknya 7 alasan mengapa seorang pebisnis muslim seharusnya menjalankan bisnisnya sesuai syariah :
1. Karena menjadi konsekuensi Iman.
2. Karena menjadi solusi masalah manusia.
3. Karena membawa rahmat atau maslahat.
4. Karena menjadi syarat diterimanya amalan.
5. Karena adanya larangan mengambil harta orang lain dengan cara bathil.
6. Karena adanya pertanggungjawaban harta.
7. Karena adanya dosa-dosa muamalah.
Mari kita bahas satu per satu.

1. Karena menjadi konsekuensi Iman.

Orang yang beriman, wajib terikat dengan hukum syara’.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An-nisa : 65)

Sebagai konsekuensi keimanan wajib menjalankan syariat yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW dalam semua urusan termasuk muamalah (bisnis) dengan tulus ikhlas sepenuh hati dan tidak terdapat suatu keberatan apa pun terhadapnya.

Kaidah hukum Islam :
اَلْأَصْلُ فِي الْأَفْعَالِ التَّقْيُدُ بِاَلحْكَمِ الشَّرْعِي
”Hukum asal perbuatan manusia wajib terikat dengan Syara’.”

Karena bisnis adalah bentuk perbuatan maka akan terikat dengan hukum syara’. Maka menjadi wajib menjalankan bisnis itu harus sesuai syariah.

2. Karena menjadi solusi masalah manusia.

Syariah adalah solusi untuk segala persoalan manusia.

وَنَزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS An-Nahl : 89)

Telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an ini semua ilmu dan segala sesuatu, semua perkara halal dan haram, semua ilmu yang bermanfaat, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia (solusi) dalam urusan dunia (termasuk bisnis), agama, penghidupan, dan akhiratnya.

Kaidah hukum Islam :
اَلشَّرِيْعَةُ هِيَ مُعَالَجَةٌ لِمَشَاكِلِ الْإِنْسَانِ
“Syariah adalah solusi segala persoalan manusia.”

Menjalankan bisnis sesuai syariah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan syariah Islam yang akan menjadi solusi persoalan bisnisnya. Bila seorang muslim mencari solusi selain dengan syariah termasuk pada bisnisnya maka sebenarnya itu adalah solusi yang semu atau salah.

3. Karena membawa rahmat atau maslahat.

Syariah jika diterapkan akan membawa rahmat atau maslahat.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS Al-Anbiya : 107)

Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai pembawa risalah (syariah) untuk menjadi rahmat (maslahat) semesta alam. Seluruh syariat Islam yang datang merupakan rahmat bagi hamba-Nya. Rahmat tersebut merupakan hasil dari penerapan syariah Islam.

Kaidah hukum Islam :
حَيْثُمَا يَكُونُ الشَّرْعُ تَكُونُ الْمَصْلَحَةُ
“Di mana ada syariah, di situ ada maslahat.”

Menjalankan bisnis sesuai syariah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan syariah Islam yang akan membawa rahmat bagi manusia yaitu menjadi manfaat atau maslahat. Bila menjalankan bisnisnya tidak sesuai syariah pastinya akan mendapatkan masalah atau mahsadah bahkan bencana.

4. Karena menjadi syarat diterimanya amalan.

Suatu amalan disebut amal shalih yang diterima di sisi Allah SWT jika terpenuhi padanya dua syarat:

Syarat Pertama adalah Ikhlas, yakni amalan yang dilakukan itu semata-mata hanya untuk mengharapkan ridha Allah SWT, bukan karena terpaksa atau karena mengharapkan pujian orang lain, ataupun dalam rangka untuk mencari jabatan, kekayaan, popularitas dan semisalnya dari perkara-perkara duniawi.

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS Al-Bayyinah: 5)

Syarat Kedua haruslah amalan itu sesuai dengan tuntunan/ajaran Rasulullah SAW.

Beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunan (ajaran)nya dari kami, maka amalan itu akan tertolak (di sisi Allah SWT)” (HR. Muslim)

Semua amalan baik ibadah maupun muamalah harus sesuai tuntunan rasul, yaitu sesuai syariah. Agar kegiatan muamalah atau bisnisnya berbuah pahala, maka selain harus ikhlas wajib dijalankan sesuai syariah. Yaitu pada akad-akad dan transaksi- transaksinya.

Jadi dalam menjalankan akad dan transaksi bisnisnya tidak hanya kebetulan benar, namun memang harus tahu dengan benar. Karena bila hanya kebetulan benar belum bernilai pahala, walaupun bisa jadi tidak menimbulkan dosa. Dikhawatirkan bila pebisnis melakukan akad dan transaksi bisnisnya tidak sesuai syariah selain akan berdampak pada objek akadnya yang tidak sah, juga akan berbuah dosa.

5. Karena adanya larangan mengambil harta orang lain dengan cara bathil.

Seorang muslim dilarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang bathil.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.(QS An-Nisa : 29)

Seorang muslim dilarang mengelola dan memperoleh harta kekayaan melalui jalan yang bathil, yaitu jalan yang tidak sesuai dengan Syariat Islam. Misal yaitu harta hasil perjudian, hasil pencurian, hasil perampokan, hasil pemalakan, hasil suap, hasil korupsi, hasil penggelapan, dan sejenisnya. Atau hasil dari bisnis yang di dalamnya mengandung unsur penipuan, gharar, dan ketidakjelasan (majhul). Sebab, semua perolehan itu tidak disyariatkan.

Harus memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun dari aktivitas pengelolaan dan pengembangan harta (tasharufat al-mal) yang sesuai syariah. Entah itu melalui jual beli (al-bai‘), pinjaman (qardh), bagi hasil (syirkah), upah dari gaji (ujrah dari akad ijarah), hasil komisian (samsarah), dan seterusnya. Bukan hanyalah akal-akalan agar bentuk/jenis transaksinya sama dengan transaksi jual beli, padahal hakikatnya riba, misal jual beli inah. Atau menjalankan akad-akad Bathil (tidak sah) lainnya dalam bisnisnya.

6. Karena adanya pertanggungjawaban harta.

Setiap muslim akan mempertanggungjawabkan dari mana harta yang diperoleh dan digunakan untuk apa.

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:لَا يَزُولُ قَدْمَ اِبْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَشَبَابِهِ
فِيمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ كَسَبَهُ وَفِيمَا أنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ؟
“Kedua telapak kaki seorang anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak di sisi Tuhannya sebelum ditanya mengenai lima perkara: tentang umurnya, apa yang telah dilakukannya? Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya? Tentang hartanya, dari mana dia memperolehnya? Dan untuk apa dibelanjakannya? Tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu?.” (HR. Ahmad dan At-Tabrani)

Semua harta yang diperoleh yang salah satunya melalui kegiatan Bisnis nantinya akan dipertanggung jawabkan di akherat. Termasuk yang berikutnya juga akan mempertanggung jawabkan untuk apa harta tersebut digunakan.
Maka menjadi wajib menjalankan Bisnis sesuai syariah agar pertanggungjawaban hartanya menjadi jelas yaitu sesuai syariah. Bukan dari cara yang tidak sesuai syariah yang nantinya akan menjadi amalan yang berbuah dosa yang akan memperberat Timbangan dosa di akherat nanti.

7. Karena adanya dosa-dosa muamalah.

Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ, قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ, فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ, وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا, وَقَذَفَ هَذَا, وَأَكَلَ مَالَ هَذَا, وَسَفَكَ دَمَ هَذَا, وَضَرَبَ هَذَا. فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ, فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ, قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ, أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ, ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Bahwasannya Rasulullah SAW pernah bertanya (pada para shahabat): ‘Tahukah kamu siapa orang yang bangkrut itu?’. Mereka menjawab: ‘Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang sudah tidak punya dirham (uang) dan sudah tidak punya kekayaan lagi’. Maka Rasul menjelaskan: ‘Orang yang bangkrut dari kalangan ummatku adalah orang yang datang di hari kiyamat dengan membawa (amalan) sholat, puasa, zakat. Tetapi dia pernah mencaci seseorang, menuduh seseorang, memakan harta seseorang, menumpahkan darah seseorang, memukul seseorang. Maka akan diambilkan dari (amalan) kebajikannya dan diambilkan dari kebajikannya. Maka apabila telah habis (amalan) kebajikannya, padahal belum selesai urusannya, maka akan diambilkan (amalan) kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa mereka, kemudian diberikan kepadanya. Kemudian orang itu dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Imam Muslim)

Dalam bermuamalah termasuk berbisnis berpotensi terjadi kesalahan-kesalahan antar sesama pihak yang bermuamalah yang bisa mendatangkan dosa-dosa muamalah. Salah satunya adalah dalam perihal harta yang sangat erat hubungannya dengan bisnis, karena berbisnis berhubungan dengan perpindahan harta. Bila kesalahan-kesalahan muamalah tersebut tidak terselesaikan di dunia, akan diteruskan hingga urusan akherat.

Dan bila terjadi dosa-dosa muamalah terutama mengenai harta, akan menghabiskan amalan-amalan sholeh atau pahala pelakunya pada saat perhitungan nanti di akherat. Itulah kenapa pebisnis wajib menjalankan bisnis sesuai syariah agar tidak menjadi orang yang bangkrut di akhirat tersebut yang mungkin pada saat di dunia berlebihan harta.

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, bila menjalankan Bisnis tidak sesuai sesuai syariah, berarti bisa disimpulkan bahwasannya :
1. Pebisnis tersebut patut dipertanyakan mengenai keimanannya yang itu juga menjadi bagian dari aqidahnya.
2. Pebisnis tersebut tidak mencari solusi yang hakiki terhadap masalah-masalah bisnisnya, yaitu hanya mencari solusi yang semu atau salah.
3. Pebisnis tersebut tidak menginginkan rahmat atau maslahat pada bisnisnya, padahal itu untuk kebaikan diri dan bisnisnya sendiri.
4. Pebisnis tersebut tidak perduli atau tidak menginginkan kegiatan bisnisnya juga menjadi amalan yang diterima yang berbuah pahala dan yang dikhawatirkan malah berbuah dosa.
5. Pebisnis tersebut tidak perduli apakah mengambil harta orang lain dengan cara bathil atau tidak.
6. Pebisnis tersebut tidak perduli dengan adanya pertanggungjawaban harta dari hasil bisnisnya.
7. Pebisnis tersebut tidak perduli adanya dosa-dosa muamalah yang akan bisa membuatnya bangkrut di akherat nanti.

Yang pasti, PEBISNIS MUSLIM bila tidak menjalankan BISNIS nya sesuai syariah, maka hakekatnya dia tidak menginginkan RIDHO ALLAH SWT pada BISNIS nya.

Dan bila pebisnis muslim mau berbisnis sesuai syariah maka wajib mempelajari FIQH MUAMALAH (FIQH BISNIS).
Lalu alasan apalagi yang membuat pebisnis tersebut tidak segera memulai mempelajarinya.

Wallahu a’lam.

WASSALAM..
SEMOGA BERMANFAAT..

-FIRLY BISYARAH-