HANAFI RAIS IKUT ONE DAY WORKSHOP SYIRKAH ONLINE KARENA SAKIT

Jakarta 24/3/21 – Hijrah Riba Syirkahpreneur ( HRS)

Setelah Hijrah dari Riba teryata banyak masyarakat yang ingin bisnisnya sesuai syariah.

Salah satu solusi dari peromodalan tanpa riba yang digadang menjadi alternatif permodalan syariah adalah syirkah. Namun memang belum banyak masyarakat yang paham rukun dan syarat sah syirkah agar benar dan berkah sesuai aturan Allah swt.

Akad syirkah dimaknai hanya bagi hasil saja,  padahal bagi hasil dalam syirkah  hanyalah perkara turunan bukan pokok.

Lebih penting dari pada itu harusnya para pemodal maupun pengelola syirkah, sebelum beramal syirkah paham betul fiqh muamalah tentang syirkah. Paham tengtang hak dan kewajibannya sebagai pelaku akad syirkah.

Syirkah sebenernya adalah level advance buat orang yang belajar muamalah. Dikarenakan orang bersyirkah akan melaksanakan akad- akad muamalah lainnya. Dari jual beli, hutang piutang, pinjam meminjam, sewa menyewa, makelar, dan masih banyak akad- akad muamalah lainnya.

Syirkah sebenernya solusi buat para pengusaha yang punya waktu , tenaga, dan pikiran namun tidak punya modal untuk mengembangkan bisnisnya. Solusi juga buat para Investor mengembangkan hartanya sesuai syariah.

Filosofi syirkah sebenernya mulia sekali mengangkat derajat orang yang memang punya kemampuan mengelola bisnis tapi tidak punya modal untuk bisa menjadi bisnis owner ( pemilik bisnis) begitu juga sebaliknya.

Membuat si miskin bisa menjadi kaya, dan yang kaya bisa mengembangkan hartanya walau tidak punya waktu dan tenaga.

Dalam hadis Qudsi dijelaskan Allah akan menjadi pihak ketiga memberkahi orang yang bersyirkah selama antara mereka tidak saling berkhianat atau amanah. Jika ada yang berkhianat Allah kelur dari syirkah tersebut.

Salah satu faktor kegagalan bersyirkah adalah para pengelola maupun pemodal kurang ilmu dalam melakukan akad – akad syirkah.

Dalam 1 day workshop syirkah yang diadakan Haka Resto , Ust.Firly bisyarah menjeaskan bahwa syirkah adalah solusi permodalan tanpa hutang ribawi . Dalam workshop tersebut beliau  menjelaskan setidaknya ada 16 Formula yang harus dipelajari baik pemodal maupun pengelola syirkah sebelum mereka beramal.

Dari Filosofi Syirkah, Macam-macam syirah akad, bagi hasil, putus syirkah, aplikasi syirkah , dan masih banyak lagi. Turut dihadiri juga  H. Ahmad Hanafi Rais Widyosudarmo, S.I.P., M.P.P.  seorang politikus Indonesia. Ia merupakan anak tertua dari mantan Ketua MPR–RI, Amien Rais. Namun sayang beliau tidak bisa mengikuti acara offline dikarenakan masih dalam pemulihan pasca kecelakaan belum lama ini.

Harapan besarnya syirkah berkah sesuai syariah ini banyak diketahui umat sebagai solusi permodalan tanpa hutang ribawi. Peserta workshop juga nantinya bisa  menjadi  anggota dari komunitas hijrah riba syirkahpreneur setelah menjadi alumni dari bisyarah academy.

SOLUSI MODAL USAHA TANPA RIBA.. SYIRKAH!

Syirkah sebenarnya solusi buat pengelola bisnis yang ingin mengembangkan bisnisnya tapi terkendala modal.

Juga buat investor atau pemodal yang ingin mengembangkan hartanya sesuai dengan syariah.

Syirkah menurut makna syar’i adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha/bisnis dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam) Ada keberkahan dalam 2 orang atau lebih orang yang bersyirkah. Allah ikut didalamnya sebagaimana hadis qudsi dibawah :

BERKAH DALAM SYIRKAH
Ada sebuah hadits qudsi yg menyatakan:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: قال الله تعالى:اَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَينِ مَالَم يَخُن اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فاذا خَانَ خَرَجْتُ من بَينِهِمَا. رواه ابو داوود وصححه الحاكم.
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasul SAW bersabda: Allah Taala Berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yg bersyirkah, selama tdk mengkhianati salah seorang kepada rekannya. maka apabila berkhianat aku keluar dari syirkah keduanya. (HR Abu Dawud dishohihkan oleh Al-Hakim).
Dari hadits ini kita bisa mngambil hikmah yg besar dalam syirkah:
1). Allah SWT adalah pihak ketiga dari dua orang yg bersyirkah. Jika ada tiga orang bersyirkah maka Allah pihak yg keempat dst. Artinya Allah SWT selalu mengawasi kita di manapun dan bagaimanapun kita. Dalam sendiri maupun dalam keramaian. Allah menegaskan:
وهو معكم اين ما كنتم.
Dia Allah selalu bersama kalian di manapun kalian berada. Bahkan Allah SWT menegaskan:
ونحن اقرب اليه منكم من حبل الوريد.
Kami adalah lebih dekat kepadanya (manusia) dari urat nadi dr kalian. merasa diawasi Allah dalam setiap gerak gerik termasuk dalam bersyirkah.
2). Allah SWT akan mengawasi mereka yg bersyirkah dan memberi keberkahan atas perdagangan mereka selama tidak ada pengkhianatan dlm syirkah. Allah SWT menegaskan dalam firmannya:
ياايها الذين امنوا اوفوا بالعقود.
Wahai kaum yg beriman penuhilah aqad-aqad kalian (Al Maidah ayat 1).
Rasul saw bersabda:
المسلمون عند شروطهم
Kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yg ada pada diri mereka.
Jadi Allah akan menurunkan berkah selama tidak ada pengkhianatan yaitu mengajukan aqad yg menghalalkan yg haram dan mengharamkan yang halal. Artinya akad yg disepakati dlm syirkah menyalahi hukum dan ketentuan di dalam hukum islam, disamping melakukan syirkah pada keharaman. Jika terjadi pengkhianatan maka Allah tidak memberi keberkahan atas perdagangan mereka dan tentunya akan memberikan dosa atas pengkhianatan tsb.
3). Syirkah yang diperbolehkan adalah dalam perbuatan yg benar dan ketaqwaan. Sebaliknya syirkah yang haram adalah syirkah dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان.
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebenaran dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
4). Hadits Qudsi tsb juga menjadi dalil akan wajibnya kaum muslimin untuk selalu mengikatkan diri dengan hukum hukum Allah SWT, termasuk dalam syirkah. Wajib bagi umat Islam menjadikan halal haram sebagai standar dalam setiap aktivitasnya baik dalam cara berpikir, berucap dan berperilaku.
Demikian semoga mendatangkan kebaikan bagi kita semua.
Aamiin..
Rabu, 28 Oktober 2015
Ustadz Ainul Mizan
PRS Malang

Hukum Syirkah dalam Islam

Hukum Syirkah

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).

Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihi wasalam berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Shalallahu alaihi wasalam membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra : Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni]. (hadist Qutsi)

Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:

1. Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
2. Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
3.Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl) (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13).
Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:

1.Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;

2.Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha) (An-Nabhani, 1990: 146).
Macam-Macam Syirkah.

Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam: yaitu:

(1) syirkah inân;
(2) syirkah abdan;
(3) syirkah mudhârabah;
(4) syirkah wujûh; dan
(5) syirkah mufâwadhah (An-Nabhani, 1990: 148).

An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan Zaidiyah.
Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inân, abdan, mudhârabah, dan wujûh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan mudhârabah. Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah hanya syirkah inân dan mudhârabah (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, 4/795).

  • Syirkah Inân

Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).

Contoh syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.

Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.

Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).

  • Syirkah ‘Abdan

Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150).
Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35). Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).

Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).

Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].

Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau (An-Nabhani, 1990: 151).

  • Syirkah Mudhârabah

Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).

Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja.

Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (An-Nabhani, 1990: 152).

Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Shalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153).
Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152).
Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).

  • Syirkah Wujûh

Syirkah wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat.
Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl).

Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat/ ARTIS . Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154).

Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154).
Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990: 154).
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.
Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam (An-Nabhani, 1990: 154).

Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat.
Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).

  • Syirkah Mufâwadhah

Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25).

Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990: 156).

Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya;
yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).

Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja.

Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.

Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah.

Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.

Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C.
Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.

Sumber :

Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57
An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.
Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.

Bagaimana Penyelesaian Akad Syirkah yang Sesuai Syariah

Akad dalam muamalah Islam sangatlah penting , namun banyak sekali yang belum paham tentang pentingnya akad dalam muamalah ini. Padahal akad dalam muamalah baik jual beli, syirkah, sewa menyewa adalah perkara pokok yang jika batal/tidak sah maka menjadi tidak sah/ batal  juga  perkara turunannya.

Dalam hal akad Nikah misalnya  terdapat rukun dan syarat yang mana jika syarat dan rukun ini tidak terpenuhi, mengakibatkan akad nikahnya batal atau tidak sah. Akibat dari akad batal atau tidak sah, akhirnya nafkah baik lahir menjadi tidak sah, jika punya anak , anaknya pun tidak berhak mendapatkan waris dan terputus nasab nya.

Akad menurut istilah syar’i : Akad adalah ikatan ijab dengan kabul yang sesuai hukum syara’ yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad. (Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’, hlm. 13)

Syirkah menurut pengertian bahasa adalah mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. (An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, hal. 134). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Rukun syirkah ada 3 (tiga) :

1. Dua pihak yang berakad (‘aaqidaani), yaitu pengelola (mudharib) dan/atau pemodal (shohibul maal)
2. Objek akad (ma’quud ‘alayhi), mencakup pengelolaan (amal) dan/atau modal (maal).
3. Shighat (ijab-kabul), yaitu setiap ucapan atau perbuatan yang menunjukkan kerelaan.

Syarat untuk Al-‘Aaqidaani (pelaku akad), yaitu :
1. Aqil (berakal).

Dalam kondisi sadar dan waras (tidak gila).

2. Mumayyiz.

Berumur 7 tahun lebih.

3. Mukhtar.

Tidak dalam kondisi dipaksa, harus saling rela.

Syarat untuk Al-Ma’quud alaihi (objek akad), yaitu :

1. Objek akad Amal (pengelolaan) berupa tasharruf, yaitu perbuatan atau perkataan yang mempunyai akibat hukum. Contoh : menerima barang
(perbuatan), atau mengadakan akad jual-beli (perkataan).

2. Obyek akad Maal (modal) dapat diwakilkan (qabilun li al-wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarik (mitra usaha).

Syarat untuk Ash-Shighat (Ijab Kabul), yaitu :

1. Muwafiq, yaitu adanya kesesuaian antara Ijab danKabul.

2. Dalam satu majelis akad, yaitu waktu dan atau tempat yang sama.

3. Tidak ada pemisah (fashil) antara ucapan Ijab danKabul.

4. Semua pihak dapat mendengar ucapannya masingmasing (sama’).

Dalam hadist, Rasulullah SAW mengabarkan bahwa Allah SWT pihak ketiga (bersama orang-orang yang ber syirkah ) dalam kebaikan, termasuk dalam bisnis, selama pihak yang bersyirkah itu tidak saling berkhianat. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ : أَنَا ثَالِثٌ الشَرِيكَينِ مَالَم يَخُن أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَاخَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجتُ مِن بَينِهِمَا

“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh alHakim, dari Abu Hurairah).

Video kelas Zoom Penyelesaian Akad Syirkah sesuai syariah

PENYELESAIAN AKAD SYIRKAH SESUAI SYARIAH

……Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat (bersyirkah) itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini”. dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (Q.S. Shaad: 24)

Salah satu konflik yang sering kami temui saat permbubaran akad syirkah adalah adanya satu pihak yang merasa terzolimi atau dizolimi.

Sering juga kita temui penyelesaian akad syirkah yang tidak diselesaikan secara syariah menimbulkan saling menuntut satu sama lain yang mengakibatkan yang tadi nya teman jadi lawan.

Tadinya sahabat menjadi saling bermusuhan, bahkan saling rebutan harta Aset gono gini. Bahkan kadang bisa sapai  terputus persaudaraan akibat salah dalam penyelesaian syirkah yang tidak syariah, alhasil satu orang bisa memakan harta saudaranya dengan cara yang bathil.

Padahal Allah berfirman :

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain dan janganlah kamu berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” (TQS. Al –Baqoroh : 188)

kisah dari Al Quran dibawah mengambarkan bagaimana kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”.

Apakah telah datang kepadamu -wahai Rasul- berita dua orang yang berselisih saat keduanya memanjat mihrab tempat ibadah Daud -‘alaihissalām-? tafsir quran-surat-shad-ayat-21.

22 Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena kedatangan) mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.

23 Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan

Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
( Quran Surat Shad Ayat 24 )

Daud menetapkan keputusan di antara keduanya, dia berkata kepada pihak yang mengadu, “Saudaramu telah menzalimimu ketika dia meminta seekor dombamu untuk digabungkan dengan domba-dombanya, dan sesungguhnya kebanyakan dari para sekutu, sebagian dari mereka melakukan pelanggaran terhadap sebagian lainnya dengan mengambil hak partnernya dan berlaku tidak adil, kecuali orang-orang beriman yang melakukan amal-amal saleh, mereka adalah orang-orang yang berlaku adil kepada partner-partner mereka dan tidak menzalimi mereka, orang-orang yang seperti itu tidak banyak

Dan Daud -‘alaihissalām- pun yakin bahwa Kami hanya mengujinya dengan pertikaian dua orang ini, maka dia meminta ampunan kepada Rabbnya dan sujud mendekatkan diri kepada Allah serta bertobat kepada-Nya.

25 Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.

26 Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.( Quran-surat-shad-ayat-26 )